Potret e-Government Pemerintah
Daerah
Menteri Komunikasi dan Informasi cq. Asisten
Deputi Media Baru, menyatakan bahwa, keberadaan situs web pemerintah daerah
sudah sekitar 4-5 tahun yang lalu. Kementerian Komunikasi dan Informasi
telah menerbitkan Buku Panduan Penyelenggaraan Situs Web Pemerintah Daerah pada
bulan Agustus 2003. Jumlah situs web pemerintah daerah
(Pemprov/Pemkab/Pemkot) yang tercatat pada Asisten Deputi Urusan Media Baru
baru sebanyak 224 dari 470 jumlah Pemrop/Pemkab/Pemkot (48%). Selain itu
terdapat sistus web pemerintah daerah dengan domain go.id tetapi tidak
termasuk sebagai situs resmi pemerintah karena kepemilikannya adalah intern
departemen dan pemerintah daerah (Diakses dari http://www.depkominfo.go.id,
blogs.depkominfo.go.id/ kondisi-situs-web-pemerintah-daerah, tanggal
23/3/2009).
Nama alamat situs web beberapa Pemerintah Kota
Menteri Komunikasi dan Informasi, Mohammad
Nuh menyatakan, bahwa pada tahun 2010 seluruh pemerintah daerah baik pada
tingkat Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia harus mengimplementasikan
e-Government. Lebih jauh Nuh mengemukakan, pemanfaatan jaringan
telekomunikasi akan dilakukan secara bertahap di sejumlah Provinsi dan
Kabupaten/kota pada tahun 2009. Diharapkan pada tahun 2010 seluruh daerah telah
menggunakan jaringan telekomunikasi canggih (http://www.wartaegov.com/index.php?option=com,
2009.
Pada tahun 2004 telah dilaksanakan evaluasi
terhadap seluruh situs web pemerintah daerah. Hasil evaluasi yang dilakukan
Kementerian Komunikasi dan Informasi c.q. Asisten Deputi Urusan Media Baru
tersebut, bahwa permasalahan utama dalam pengelolaan situs web Pemerintah
Daerah antara lain:
(a) Tidak tersedianya anggaran operasional yang memadai.
(b) Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang sangat terbatas.
(c) Belum tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
(d) Struktur organisasi pengelolaan yang belum memadai.
(a) Tidak tersedianya anggaran operasional yang memadai.
(b) Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang sangat terbatas.
(c) Belum tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang memadai.
(d) Struktur organisasi pengelolaan yang belum memadai.
Beberapa contoh permasalahan dalam kepemilikan
dan pengelolaan situs web pemerintah daerah seperti:
(1) Terdapat Pemda yang belum mempunyai web karena belum tersedianya jaringan internet.
(2) Pemda yang sudah memiliki sistus web tetapi tidak dapat dioperasikan karena ketidak jelasan siapa pengelola web tersebut, dan terputusnya jaringan karena tidak membayar sewa.
(3) Pemda yang sudah memiliki web tetapi tidak lancar pengoperasiannya karena tidak tersedianya dana operasional.
(1) Terdapat Pemda yang belum mempunyai web karena belum tersedianya jaringan internet.
(2) Pemda yang sudah memiliki sistus web tetapi tidak dapat dioperasikan karena ketidak jelasan siapa pengelola web tersebut, dan terputusnya jaringan karena tidak membayar sewa.
(3) Pemda yang sudah memiliki web tetapi tidak lancar pengoperasiannya karena tidak tersedianya dana operasional.
Selain itu, berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Tim Komputek (2005) menunjukkan bahwa tak
berlebihan jika dikatakan masyarakat pengguna internet di Indonesia baru
taraf pengenalan atau masih merupakan
pasar yang baru muncul. Sebagian masyarakat di 9 kota besar yang
disurvei, masih mengangap pemakaian internet adalah kegiatan mewah atau
mahal. Lebih jauh lagi bahwa sebagian besar masih menganggap penggunaan
internet menjadi masalah (hampir 75%) karena mereka
sering mengalami kesulitan akses, lama saat browsing, sering
terputus dan bahkan tak jarang mengalami“hang” (Diakses dari http://www.
komputekonline.com, 2009).
Mencermati uraian di atas dan memperhatikan
kondisi yang ada, penerapan e-Government di Indonesia masih menghadapi berbagai
masalah dan tantangan khususnya bagi Pemerintah Daerah. Salah satu di
antaranya adalah masalah sumberdaya manusianya (SDM). Sumberdaya
manusia di bidang TI belum memadai, dalam
penerapan e-Government di kantor-kantor publik perlu didukung
oleh pegawai yang mengerti dan menguasai mengenai TI. TI telah berkembang
pesat, dan berubah secara cepat sehingga diperlukan kemauan belajar dan mampu
menanggapi perubahan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa internet di
Indonesia “baru dikenal” oleh masyarakat dan frekuensi pemakaiannyapun
belum begitu banyak. Masalah lain adalah mengenai koneksi sistem informasi
antar lembaga pemerintah atau antara pemerintah daerah, atau sesama pemerintah
daerah itu sendiri. Selain itu, budaya berbagi (sharing) masih rendah dan
kultur untuk mempermudah urusan belum ada, karena sebagian besar penduduk
Indonesia masih menganggap bahwa internet adalah sesuatu yang mahal.
Agar mendapat keuntungan optimal maka koneksi
antar lembaga pemerintah harus baik, sehingga ada kesesuaian dan keharmonisan
dari setiap lembaga pemerintah yang menjalankan tugasnya dan perlu dukungan
biaya pemeliharaan operasional yang memadai. Disamping itu, tentunya dalam hal
pendayagunaan e-Government ini masih
perlu kebijakan khusus yang lebih spesifik dari Pemerintah Pusat meskipun
Pemerintah Daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri,
namun perlu pengaturan secara teknis dalam pendayagunaan
e-Government. Hal ini penting agar pemerinthaan daerah memiliki
standar web minimal dalam hal penerapan
e-Government di daerah-daerah. Dengan pengaturan seperti ini, pemerintah
juga harus terlebih dahulu merumuskan apa esensi dan tujuan
e-Government itu sendiri. Pemahaman-pemahaman umum tentu saja tidak serta merta
diterapkan dalam praktek pemerintahan Indonesia khususnya di Pemerintah daerah,
karena butuh pertimbangan-pertimbangan mengenai hal-hal apa saja yang harus
dilakukan agar penerapan e-Government tidak menjadi sia-sia.
Menurut Bastian (2008), berdasarkan survei di
beberapa negara menunjukkan bahwa ada kecenderungan aparat pemerintah untuk
tidak melaksanakan kegiatan secara online, karena mereka lebih menyukai bentuk
pelayanan tradisional yang berupa tatap langsung, surat menyurat atau telepon.
Lebih jauh menurut Bastian,
Penggolongan e-Government
Sumber: Bastian (2008), Diakses dari
http://www.bappenas.go.id, (diolah).
Sebagian besar kantor pemerintahan di Indonesia
berada pada tingkat pertama, yang hanya sebatas memberi informasi
kepada masyarakat melalui website. Namun sebagian kecil kantor pemerintah sudah
pada level kedua dan ketiga, yang diantaranya berupa Sistem Informasi Manajemen
Satu Atap (SIMTAP) yang telah dikembangkan oleh beberapa Pemerintah Daerah di
Indonesia. Sedangkan Singapura adalah salah catu contoh negara yang sudah
sampai level keempat yang berupa interaksi antara masyarakat dan seluruh kantor
pemerintahan (Bastian, 2008).
Indikator, Unsur-unsur dan Strategi
Pendayagunaan e-Government untuk Mendukung Pemerintahan yang Baik (Good
Governance) pada Pemerintahan Daerah
a. Indikator dan Unsur-unsur dalam
Good Governance
Menurut Ismail M. (1997), memasuki abad 21 telah terjadi perubahan teknologi dan inovasi baru juga memberkan tantangan terhadap pemerintah, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan kwalitas pelayanan serta pengayoman kepada masyarakat (Domai, 2009). Dalam konteks era globalisasi ini, tidak saja dihadapkan pada perubahan struktur ekonomi dan sosial, tetapi juga pada perkembangan dan persaingan global yang cepat dan meningkat tajam. Perubahan- perubahan yang luar biasa tersebut didorong oleh perubahan teknologi dan inovasi baru yang disamping menciptakan pilihan-pilihan baru juga memberikan tantangan terhadap pemerintah, khususnya dalam sistem pemerintahan yang semakin efektif, efisien dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Menurut Ismail M. (1997), memasuki abad 21 telah terjadi perubahan teknologi dan inovasi baru juga memberkan tantangan terhadap pemerintah, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan kwalitas pelayanan serta pengayoman kepada masyarakat (Domai, 2009). Dalam konteks era globalisasi ini, tidak saja dihadapkan pada perubahan struktur ekonomi dan sosial, tetapi juga pada perkembangan dan persaingan global yang cepat dan meningkat tajam. Perubahan- perubahan yang luar biasa tersebut didorong oleh perubahan teknologi dan inovasi baru yang disamping menciptakan pilihan-pilihan baru juga memberikan tantangan terhadap pemerintah, khususnya dalam sistem pemerintahan yang semakin efektif, efisien dan kualitas pelayanan kepada masyarakat.
Era globalisasi juga menuntut pemerintahan yang
lebih baik (good governance). Secara luas, governance
mengacu pada persamaan hubungan antara pemerintah dan warga
masyarakat yang dilayani dan dipertahankan. Good governance
menunjuk pada proses pengelolaan yang luas dalam bidang ekonomi,
sosial dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber-sumber alam, keuangan,
manusia menurut kepentingan semua pihak dan dalam cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip, keadilan, kejujuran,
persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas
(Hoessein 2000 dalam Domai, 2009).
Menurut, Saiful, et.al., 2009, bahwa good
governance merupakan sebuah konsep yang
akhir-akhir ini banyak diperkenalkan sebagai upaya merumuskan
pemerintahan yang baik. Lebih jauh
lagi menurut Saiful dan
Utomo sebagaimana dinyakatakan oleh
Meuthia-Ganie Rachman (2000), bahwa good
governance mempunyai indikator-indikator sebagai berikut:
1. Penjamin situasi keterbukaan (transparancy)
2. Pertanggungjawaban publik (public accountability) dan,
3. Kontrol dalam proses ekonomi maupun politik
1. Penjamin situasi keterbukaan (transparancy)
2. Pertanggungjawaban publik (public accountability) dan,
3. Kontrol dalam proses ekonomi maupun politik
Pemerintahan yang baik (good governance)
merupakan issu yang paling dikedepankan dalam pengelolaan
administrasi publik dewasa ini. Tuntutan genca yang
dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah untuk
melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan dengan
meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat, disamping
adanya pengaruh globalisasi. Secara umum good governance
mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas,
transparansi, keterbukaan dan aturan hukum (Karhi Nisjar 1997). Berikut
ini dikemukakan penjelasan tentang unsur- unsur tersebut.
(1) Akuntabilitas: Tanggung gugat dari pengurusan, penyelenggaraan dari governance yang dilakukan lebih jauh diartikan adalah kewajiban bagi apartur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijaksanan yang ditetapkan.
(2) Transparansi: yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak mengenai perumusan kebijaksanaan dari pemerintah, organisasi, badan usaha. Dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka diketahui oleh umum.
(3) Keterbukaan: pemberian informasi secara terbuka, terbuka terhadap kritik yang merupakan partisipasi. Keterbukaan dapat meliputi bidang politik, ekonomi dan pemerintahan.
(4) Aturan hukum: keputusan, kebijakan pemerintah, organisasi, badan usaha berdasarkan hukum jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijaksanaan publik yang ditempuh. Juga dalam sosial economic transactions. Conflict resolution berdasarkan hukum. Istitusi hukum yang bebas, dan kinerjanya yang terhormat (Bintoro, 2000 dalam Saiful, et.al, 2009).
(1) Akuntabilitas: Tanggung gugat dari pengurusan, penyelenggaraan dari governance yang dilakukan lebih jauh diartikan adalah kewajiban bagi apartur pemerintah untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung gugat atas segala tindakan dan kebijaksanan yang ditetapkan.
(2) Transparansi: yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak mengenai perumusan kebijaksanaan dari pemerintah, organisasi, badan usaha. Dengan kata lain, segala tindakan dan kebijaksanaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus selalu dilaksanakan secara terbuka diketahui oleh umum.
(3) Keterbukaan: pemberian informasi secara terbuka, terbuka terhadap kritik yang merupakan partisipasi. Keterbukaan dapat meliputi bidang politik, ekonomi dan pemerintahan.
(4) Aturan hukum: keputusan, kebijakan pemerintah, organisasi, badan usaha berdasarkan hukum jaminan kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap kebijaksanaan publik yang ditempuh. Juga dalam sosial economic transactions. Conflict resolution berdasarkan hukum. Istitusi hukum yang bebas, dan kinerjanya yang terhormat (Bintoro, 2000 dalam Saiful, et.al, 2009).
Berdasarkan perihal tersebut di atas, menurut
UNDP (996), unsur-unsur dalam good governance sebagai berikut
:
1. Participation. Setiap warganegara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstuktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dimonitor.
4. Responsiveness. Lembaga-lembaga harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Consensus orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang luas baik dalam hal kebijakan- kebijakan maupun prosedur- prosedur .
6. Equity. Semua warganegara, baik laki-laki maupun perempuan, meningkatkan atau menjaga mempunyai kesempatan untuk kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga dapat menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber- sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembagunan semacam ini (Domai, 2009).
1. Participation. Setiap warganegara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi legitimasi yang mewakili kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar kebebasan berasosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstuktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Lembaga-lembaga dan informasi secara langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi harus dapat dipahami dan dimonitor.
4. Responsiveness. Lembaga-lembaga harus mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Consensus orientation. Good Governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik bagi kepentingan yang luas baik dalam hal kebijakan- kebijakan maupun prosedur- prosedur .
6. Equity. Semua warganegara, baik laki-laki maupun perempuan, meningkatkan atau menjaga mempunyai kesempatan untuk kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses dan lembaga dapat menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan dengan menggunakan sumber- sumber yang tersedia sebaik mungkin.
8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal atau eksternal organisasi.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk pembagunan semacam ini (Domai, 2009).
Selanjutnya, menurut Syaiful, et.al.,
2009, dimanapun, pembangungan dengan kaidah good
governance, ditujukan guna memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
harus mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhannya. Konsep dari pembangunan berkelanjutan ini merupakan respon
atas berbagai kerusakan lingkunan yang disebabkan oleh pembangunan yang memacu
pertumbuhan dan tidak menginterasikan aspek lingkungan dalam kebijakannya.
Prinsip-prinsip good and clean governance yang banyak
diperbincangkan saat ini adalah:
1. Lembaga perwakilan (DPRD) yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyaluran aspirasi masyarakat .
2. Sistem peradilan yang fair, mandiri dan profesional.
3. Birokrasi yang profesional, responsif dan akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat; dan tatanan masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol terhadap negara. Intinya, good and clean governance yang juga mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ekosistem dalam sistemnya tersebut akan berfungsi sangat baik untuk menuju pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup bersama di daerah.
1. Lembaga perwakilan (DPRD) yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyaluran aspirasi masyarakat .
2. Sistem peradilan yang fair, mandiri dan profesional.
3. Birokrasi yang profesional, responsif dan akomodatif terhadap kebutuhan masyarakat; dan tatanan masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol terhadap negara. Intinya, good and clean governance yang juga mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ekosistem dalam sistemnya tersebut akan berfungsi sangat baik untuk menuju pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup bersama di daerah.
Konsep ini sendiri sebenarnya telah banyak
dikembangkan oleh berbagai badan internasional. Secara umum, konsep good
governance mengandung keterlibatan masyarakat sebagai pendorong pemerintah
(jalur struktur) untuk lebih menghargai sekaligus menempatkan masyarakat
sebagai subyek kebijakan, bukan hanya obyek yang bisa diatur ke mana arah
kebijakan dirumuskan. Konsep good governance yang dirumuskan
oleh negara-negara maju tidak sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia.
Tentunya, konsep good governance ini harus dipadankan dengan situasi di
Indonesia agar sesuai dengan kondisi yang ada.
b. Strategi Pendayagunaan e-Government
Untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance)
diperlukan strategi-strategi yang sesuai dengan kondisi pemerintahan Indonesia
khususnya pemerintahan daerah. Di bawah ini dapat diuraikan berapa strategi
pendayagunaan e-Goverment untuk mendukung pelaksanaan good governance di
Pemerintahan Daerah sebagai berikut :
(1) Penerapan e-Government
perlu didukung dengan Kebijakan Pemerintah; Dalam hal penerapan e-Government
ini masih perlu pengaturan dari pusat walaupun ewenangan tetap di
daerah-daerah, karena walaupun daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur
daerahnya sendiri, namun perlu pengaturan secara teknisnya.
Misalnya pengaturan berupa standar minimal
dalam hal penerapan e-Government di daerah-daerah dan apa-apa saja
yang perlu diperhatikan dalam penerapan e-Government. Hal ini penting
agar stabilitas tetap terjaga tidak menimbulkan perpecahan antar daerah karena
persaingan dalam penerapannya. Tentu saja dalam pengaturan ini pemerintah juga
harus terlebih dahulu merumuskan apa esensi dan tujuan e-Government itu
sendiri. Pemahaman-pemahaman umum tentu saja tidak serta merta diterapkan dalam
praktek pemerintahan di Indonesia, karena butuh pertimbangan-pertimbangan
mengenai hal-hal apa yang harus dilakukan agar penerapan e-Government tidak
menjadi sia-sia. Diperlukan aturan main yang jelas antara instansi
pengelola
e-Government e-Government dengan instansi lain yang memerlukan jaringan
informasi dan aplikasi sistem informasi, yang diperkuat oleh aturan atau
keputusan kepala daerah. Pengembangan jaringan infrastruktur di lingkungan
internal pemerintah daerah agar tercapai integrasi sistem informasi yang dapat
mendukung kegiatan pemerintahan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
untuk mewujudkan good governance.
(2) Pembangunan infrastruktur
yang memadai; Infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memang masih
belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah masih belum tersedia saluran
telepon. Untuk itu perlu pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang memadai.
Jumlah tempat akses informasi masih sangat terbatas, untuk itu di daerah-daerah
perlu perluasan tempat-tempat akses informasi. Masalah belum memadainya
tempat akses informasi ini merupakan tantangan dalam penerapan
e-Government. Pelayanan melalui e-Government perlu didukung oleh akses internet
di tempat-tempat pelayanan umum. Pembangunan aplikasi e-Government
sebagai informasi yang terintegrasi akan dapat mendukung pengambilan
keputusan atau kebijakan pimpinan daerah.
(3) Menyelenggarakan
pendidikan dan latihan atau workshop tentang TI sebagai sarana untuk
memperkenalkan teknologi informasi kepada aparatur pemerintah di semua
tingkatan atau level sebagai sarana sosialisasi bagi para pengguna aplikasi di
lingkungan pemerintahan daerah.
Penutup
Pendayagunaan e-Government dalam institusi
pemerintahan sangat penting karena dapat mempermudah hubungan antar
pemerintah baik pemerintah pusat dengan daerah maupun antar pemerintah daerah
serta meningkatkan interaksi pemerintah dengan masyarakat yang dilayaninya.
Pendayagunaan e-Government ini sudah menjadi suatu keharusan
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik untuk mewujudkan pemerintahan
yang baik (good governance). Pada saat
ini,
e-Government tidak lagi dilihat sebagai suatu pilihan, melainkan suatu
keharusan bagi semua negara yang bertujuan untuk lebik baik dan lebih efisien.
Pada kenyataannya, pendayagunaan e-Government
sebagai sarana pelayanan publik pada instansi pemerintah di
Indonesia masih terbatas. Sebagian besar instansi pemerintah pusat dan daerah
hanya membangun website yang sebatas memberikan informasi
kepada masyarakat. Hanya sebagian kecil saja yang sudah pada level
kedua dan ketiga, yang diantaranya berupa Sistem Informasi
Manajemen Satu Atap (SIMTAP).
Agar pelaksanaan e-Government dapat berperan
dengan baik maka jaringan informasi perlu ditingkatkan
dan didayagunakan secara optimal. Selain itu sosialisasi nilai guna TI
yang sangat besar bila dimanfaatkan dengan baik dan terus dilakukan di
institusi pemerintah daerah. Selain itu, pembenahan aturan main antara
instansi pengelola e-Government dengan instansi lain yang memerlukan jaringan
informasi dan aplikasi sistem informasi, perlu didukung dan diperkuat oleh
kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Pengembangan jaringan
infrastruktur di lingkungan internal pemerintah daerah agar tercapai integrasi
sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan dan peningkatan
pelayanan masyarakat.
Hal lain yang juga penting adalah
penyelenggaraan workshop sebagai sarana untuk memperkenalkan teknologi
informasi kepada aparatur pemerintah di semua tingkatan atau level sebagai
sarana sosialisasi serta pendidikan dan latihan bagi para pengguna aplikasi di
lingkungan pemerintahan daerah. Disamping itu, pengembangan
aplikasi e-Government sebagai informasi yang terintegrasi
yang dapat mendukung pengambilan keputusan atau kebijakan Pemerintah
Daerah. Lebih luas lagi dari itu, pengembangan e-Government tersbut, diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan informasi antar pusat dan daerah dan teknologi ini
diharapkan mampu mendorong aliran informasi lain baik media cetak maupun
elektronik untuk pemerataan informasi ke seluruh nusantara.
Good governance adalah penyelenggaraan
pemerinytahan yang mencerminkan pemerintahan yang transparan, efektif dan
efisien dan akuntabel dengan menjaga kesinergisan interaksi anatar pemerintah,
sektor swasta dan masyarakat. Good governance melebihi ruang lingkup
e-Government. E-government didefenisikan sebagai penyampaian layanan dan
informasi dari Pemerintah kepada publik dengan menggunakan sarana
elektronik. Pendayagunaan e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan
teknologi informasi dan unsur transparansi, efisiensi dan efektifitas merupakan
unsur penting dalam penerapan e-Goverment.
Dengan demikian, e-Government sangat diperlukan untuk
mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). E-Government
ini juga mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan yang
menjadi tanggungjawab setiap aparatur pemerintahan pada umumnya dan kuhususnya
Pemerintah Daerah